Sabtu, 22 Juni 2013

Penelitian Sejarah Pemberontakan-Pemberontakan di Indonesia



TUGAS MAKALAH
SEJARAH
“PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN DI INDONESIA”




Oleh:
A.SULOLIPU
101668
XII ILMU SOSIAL 2



SMA NEGERI 1 TELLUSIATINGE
KABUPATEN BONE
TAHUN AJARAN 2012/2013
LEMBAR PENGESAHAN

I.     a. Judul                           : Pemberontakan-pemberontakan di Indonesia
     b. Bidang                         : I P S
II.   a. Nama                            : A.Sulolipu
       b. Jenis Kelamin               : Laki-Laki
       c. Nama Sekolah              : SMA Negeri  1 Tellusiatinge, Kabupaten Bone, Provinsi                  Sulawesi Selatan
       d. Alamat Sekolah           : Jl. Poros Bone - Wajo
                                                  Telp. (0481) 2912557
III.  Jumlah Tim                      : Individu
IV.  Lokasi Penelitian              : Kec. Tellusiatinge

Mengetahui :                                                                     Mattirowalie,   Maret 2013
       Guru Mata Pelajaran,                                                             Penulis,

           Hamrun S.Pd                                                                    A.Sulolipu
NIP. 19750106 200904 1 001                                                               NIS. 101668
Menyetujui :
Kepala SMAN 1 Tellusiattinge

Drs. Syamsu Alam, M.Pd
NIP. 19661015 198903 1 015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil alamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan sebaik mungkin. Dalam makalah ini kami menulis mengenai pemberontakkan-pemberontakkan yang pernah terjadi di Indonesia. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru sejarah kami Bapak Hamrun S.Pd.
Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini. Penulis berharap agar pembaca dapat memahami dan mengetahui mengenai apa saja pemberontakkan yang pernah terjadi di Indonesia, bagaimana peristiwa itu terjadi, kapan dan dimana.
Mohon maaf bila terdapat kesalahan penulisan, ataupun kesalahan pembahasan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi bacaan yang bermanfaat untuk para pembaca.





Watampone, Maret 2013


                                                                                                      Penulis



DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ………………………………………………………………………... 1
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………... 2
Daftar Isi …………………………………………………………………………………… 3
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………………………. 4
            Latar Belakang ……………………………………………………………………... 4
            Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 5
            Tujuan ……………………………………………………………………………… 5
Bab II Landasan Teori ……………………………………………………………………... 6
            Pemberontakan …………………………………………………………………….. 6
            Terorisme …………………………………………………………………………..  6
Bab III Pembahasan ………………………………………………………………………..  8
          DI/TII ………………………………………………………………………………. 8
            PKI Madiun ………………………………………………………………………... 12
            APRA ……………………………………………………………………………… 13
            PRRI/PERMESTA ………………………………………………………………… 14
            Pemberontakan Andi Aziz ………………………………………………………… 17
                  Gerakan Republik Maluku Selatan(RMS) ………………………………………… 20
            G30S PKI …………………………………………………………………….......... 20
            Terorisme ………………………………………………………………………….. 22
Bab IV Penutup ……………………………………………………………………………. 26
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………... 27
Curiculum Vitae …………………………………………………………………………… 28
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Sukarno dan Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945, Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan baik oleh Portugis, Belanda, Jepang, maupun Inggris yang telah menjajah bangsa ini selama 400 tahun. Sejak saat itulah kita memiliki negara yang berdaulat adil dan makmur bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Negara baru tersebut akhirnya dipimpin oleh sang proklamator, Sukarno sebagai Presiden dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Sukarno memimpin Indonesia hingga tahun 1967 dan Muhammad Hatta mundur sebagai wapres pada 1 Desember 19562
Selama kepemimpinan Sukarno (Orde lama), Sukarno sering membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat saat itu, oleh karena itu banyak terjadi pemberontakan.
Periode selanjutnya setelah Sukarno adalah Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto. Selama masa kepemimpinan Suharto, antara tahun 1967-1998, pemberontakan jarang terjadi karena Suharto dikenal sebagai sosok diktator yang kejam dan memiliki banyak mata-mata yang tersebar disegala pelosok tanah air. Suharto tak segan-segan untuk meng'hapus'-begitu istilah yang dipakai Suharto yang maksudnya adalah membunuh semua orang yang diduga terlibat akan memberontak kekuasaan yang sah.
Periode berikutnya adalah orde Reformasi. Pada periode ini hingga tahun 2010 talah terjadi empat kali pergantian presiden. Setelah Suharto digulingkan pada 1998, ia digantikan oleh BJ.Habibie hingga 1999, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yodhoyono. Pada periode ini pemberontakan yang terjadi hanya seputar teroris yang sering melakukan pengeboman di beberapa wilayah di tanah air.
Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi pemberontakan besar, antara lain DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI/PERMESTA(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Pemberontakan Semesta), Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris 2000-2009, dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti GAM(Gerakan Aceh Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan OPM(Organisasi Papua Merdeka).

B.  RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah yang berjudul Pemberontakkan-pemberontakkan yang Pernah Terjadi di Indonesia, penulis membahas beberapa masalah, yaitu sebagai berikut,
a.       Apa yang dimaksud pemberontakkan?
b.      Pemberontakkan-pemberontakkan apa saja yang pernah terjadi di Indonesia?
c.       Mengapa pemberontakkan-pemberontakkan itu dilakukan?
d.      Bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh para pemberontak?

C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah,
a.       Paham mengenai pengertian pemberontakkan
b.      Mengetahui sejarah pemberontakkan yang pernah terjadi di Indonesia
c.       Mengetahui alasan, sebab / latar belakang terjadinya pemberontakkan
d.      Mengetahui cara menyelesaikan pemberontakkan tersebut



BAB II
LANDASAN TEORI

A.  PEMBERONTAKAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pemberontakan adalah proses, cara, perbuatan memberontak; penentangan terhadap kekuasaan yg sah. Pemberontakan, dalam pengertian umum, adalah penolakan terhadap otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula digunakan untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah yang berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan. Orang-orang yang terlibat dalam suatu pemberontakan disebut sebagai "pemberontak".
Pemberontakan atau makar selalu mengganggu stabilitas negara. Oleh karena itu telah ditetapkan hukuman yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104-1085

B.  TERORISME

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
BAB III
PEMBAHASAN

Sesuai definisi pada bab sebelumnya, maka pemberontakan yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 64 tahun (1945-2009) dapat dirinci sebagai berikut:
·         DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
·         Pemberontakan PKI(Partai Komunis Indonesia) Madiun 1948
·         Gerakan APRA(Angkatan Perang Ratu Adil)
·        PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/perjuangan rakyat Semesta)
·         Pemberontakan Andi Aziz (Andi Aziz Affair)
·         Gerakan Republik Maluku Selatan(RMS)
·         Gerakan 30 September 1965 PKI 
·         Terorisme dan peledakan bom disejumlah daerah
Pemberontakan-pemberontakan diatas terjadi dalam kurun waktu 1945-2009. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis hanya mengambil beberapa sampel pemberontakan saja dari setiap orde pemerintahan, antara lain:
Orde Lama(1945-1965)
- DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
- Pemberontakan PKI(Partai Komunis Indonesia) Madiun 1948
- PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta)
- Gerakan 30 September 1965 PKI
Orde Revormasi(1998-sekarang)
-Terorisme dan peledakan bom disejumlah daerah

A.    DI/TII (DAARUL ISLAM/TENTARA ISLAM INDONESIA)

Salah satu pemberontakan paling besar yang pernah terjadi di tanah air adalah DI/TII (DAARUL ISLAM/TENTARA ISLAM INDONESIA). Gerakan ini dipelopori dan dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Gerakan ini bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Pemberontakan berawal dari Jawa Barat. Kartosuwiryo dalam maklumatnya yang dibacakan beberapa saat setelah pembacaan Proklamasi Negara Islam Indonesia, menyatakan dengan tegas menolak konsepsi Pancasila. Pemberontakan kemudian meluas hingga Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Para pemimpinnya, selain Kartosuwiryo (Jawa Barat), terdapat pula Amir Fattah (Jawa Tengah), Daud beureueh (Aceh), Abdul Kahhar Muzakkar (Sulawesi Selatan), dan Ibnu Hadjar (Kalimantan Selatan).

1. DI/TII JAWA BARAT

Gerakan DI/TII Jawa Barat bermula ketika ditandatanganinya persetujuan perjanjian Renville pada 17 Januari 1848. Akibat dari persetujuan itu, wilayah Indonesia yang diakui Belanda semakin sempit dan pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah-wilayah yang dikuasainya hingga terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Selain wilayah kedaulatan RI berkurang, tentara gerilyawan RI yang berada diluar garis demarkasi Van Mook harus ditarik mundur. 
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo dan pasukannya yang terdiri atas Hizbullah dan Sabilillah menolak persetujuan Renville. Ia menolak untuk memundurkan pasukannya ke Jawa Tengah dan sejak saat itu ia tidak lagi mengakui keberadaan RI. Ia memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia(NII). 
Gerakan ini kemudian melakukan kekacauan di Jawa Barat. Pasukan DI/TII secara paksa menarik sumbangan dari rakyat. Namun karena rakyat saat itu sedang kesulitan ekonomi, pasukan DI/TII kemudian menjarah rumah-rumah penduduk. Untuk mengatasi serangan pemerintah RI, DI/TII menggunakan strategi grilya.
Pemerintah akhirnya melakukan kerja sama dengan penduduk setempat untuk melawan pemberontakan ini dan menunjuk Ibrahim Adjie sebagai penanggung jawab strategi, yaitu membantu ABRI dengan cara mengepung pasukan DI/TII dari segala penjuru.
Pada tanggal 1 April 1962, dilancarkan operasi Bharatayudha untuk menumpas DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII semakin terdesak dan satu-persatu komandannya menyerahkan diri. Pada tanggal 4 Juni 1962, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Ia sempat mengajukan grasi kepada Presiden, namun ditolak.

2. DI/TII JAWA TENGAH

Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fattah di seputar wilayah Brebes-Tegal. Ia awalnya adalah orang yang loyal terhadap RI, namun seperti Kartosuwiryo, ia kemudian berbalik memberontak dan bergabung dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo pada 23 Agustus 1949. Pasukan Amir Fattah, yang kemudian diubah namanya menjadi Tentara Islam Indonesia (TII) dengan julukan Batalyon Syarif Hidayat Widjaja Kusuma.
Selain di wilayah Brebes-Tegal, dibagian selatan Jawa Tengah, Kebumen juga melakukan pemberontakan. Dipimpin oleh Muhammad Mahfudh Abdurrahman atau dikenal dengan nama Kiai Sumolangu, pemberontakan ini juga mengadakan kontak dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo dengan tujuan yang sama pula, mendirikan Negara Islam.
Gerakan ini dilumpuhkan oleh TNI pada tahun 1954 melalui operasi Guntur.

3. DI/TII SULAWESI SELATAN

Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan dipimpin oleh Abdul Kahhar Muzakkar. Latar belakang pemberontakan di Sulawesi Selatan berbeda dengan pemberontakan di daerah lain seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah. 
Pada mulanya, Abdul Kahhar Muzakkar adalah seorang komandan tentara RI Persiapan Resimen Hasanuddin di Yogyakarta dengan pangkat kolonel. Kemudian ia menggagas pembentukan Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi(TRIPS). Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi(TRIPS) beserta laskar-laskar dibawah pimpinan Komando Gerilya Sulawesi Selatan ini yang bergerilya di Sulawesi Selatan selama perang kemerdekaan berlangsung. Setelah perang kemerdekaan selesai, pemerintah mengeluarkan kebijakan nasionalisasi laskar-laskar. Dalam nasionalisasi ini, setiap laskar harus melalui seleksi. Namun tak semua laskar dibawah pimpinan Komando Gerilya Sulawesi Selatan memenuhi syarat. Sedangkan Abdul Kahhar menginginkan semua laskar Komando Gerilya Sulawesi Selatan masuk dalam daftar anggota APRIS. Pemerintah tetap tidak mau mengabulkan permintaan Abdul Kahhar.
Pada Agustus 1951, Abdul Kahhar melarikan diri ke hutan dengan membawa perlengkapan dan persenjataaan yang diperoleh dari pasukannya. Kemudian ia menerima tawaran Kartosuwiryo untuk memegang pimpinan TII wilayah Sulawesi Selatan. Pada 7 Agustus 1953, Abdul Kahhar resmi bergabung dengan DI/TII Jawa Barat. 
Pemerintah setelah mengetahui Abdul Kahhar bergabung dengan DI/TII segera melancarkan operasi militer ke Sulawesi Selatan. Operasi ini memakan waktu lebih dari empatbelas tahun. DI/TII Sulawesi Selatan baru benar-benar tumpas pada tahun 1965.
Pada Februari 1965, Abdul Kahhar Muzakkar tertembak mati dalam kontak senjata dengan pasukan RI.

4. DI/TII ACEH

Pemberontakan DI/TII Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Ia adalah seorang ulama terkenal Aceh saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan, terjadi perbedaan pendapat antara kaum alim ulama Aceh dengan para bangsawan (uleebalaang).
Akhirnya pemerintah pusat turun tangan untuk menyelesaikan pertentangan tersebut supaya tidak terjadi perang saudara. Pemerintah kemudian membentuk Aceh sebagai daerah istimewa setingkat provinsi. Lalu diangkatlah Daud Beureueh sebagai Gubernur Aceh.
Namun dalam rangka menyederhanakan administrasi negara, Sukarno pada tahun 1950 menurunkan status Aceh sebagai wilayah karisidenan dalam Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh kecewa dengan keputusan ini karena selama perang kemerdekaan tidak sedikit bantuan yang diberikan rakyat Aceh untuk negara.
Maka pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh menjadi bagian Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan Kartosuwiryo dan memutuskan hubungan dengan Jakarta. 
Selama pergerakannya, Daud Beureueh melakukan propaganda-propaganda yang isinya menjelek-jelekkan pemerintah Jakarta kepada rakyat Aceh. Oleh karena itu, seperti di daerah-daerah lain yang melakukan pemberontakan, pemerintah pusat melancarkan operasi untuk menumpas DI/TII Aceh.
Atas inisiatif Pangdam I bukit Barisan, kolonel Jasin, diadakanlah musyawarah dengan rakyat Aceh untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dalam musyawarah itu, dibicarakanlah permasalahan dan kesalahpahaman yang terjadi. Akhirnya tercapai kesepakatan dan pemberontakan dapat diselesaikan secara damai.

5. DI/TII KALIMANTAN SELATAN

Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan disebabkan ketidakpuasan rakyat yang tergabung dalam Kesatuan Rakjat Jang Tertindas (KRJT) Kalimantan Selatan. KRJT yang dipimpin oleh Ibnu Hajjar pada tahun 1950 sering melakukan penyerangan ke pos-pos TNI di Kalimantan Selatan. Pada awalnya pemerintah masih memberi kesempatan kepada Ibnu Hajjar untuk menyerahkan diri secara baik-baik. Akhirnya Ibnu Hajjar menyerah.
Namun setelah merasa kuat dan banyak memiliki pengikut, Ibnu Hajjar kembali membuat kekacauan. Ia bergabung dengan Kartosuwiryo dan DI/TII. Iapun diangkat sebagai Panglima TII wilayah Kalimantan pada tahun1954.
Akhirnya TNI melakukan operasi penumpasan pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan. Pada tahun 1959 Ibnu Hajjar berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 22 Maret 1965.

B.  PEMBERONTAKAN PKI MADIUN 1948

Pada awal Januari 1948 Kabinet Amir Syarifudin dibubarkan. Presiden Sukarno menunjuk Muhammad Hatta untuk mengatur susunan kabinet baru. Namun Muhammad Hatta menyusun kabinet tanpa memasukkan seorangpun menteri dari golongan kiri (sosialis-komunis).
Pada bulan Agustus 1948 Musso, salah seorang tokoh pendiri PKI kembali dari Moskow. Ia bermukim di Moskow sejak tahun1926. Kembalinya Musso ke Indonesia membuat kebijakan baru bagi PKI. Kebijakan ini sering disebut jalan baru Musso. Kebijakan Musso selanjutnya adalah menentang susunan kabinet Muhammad Hatta yang menurutnya telah menjual negara kepada imperialis Belanda.
Pertentangan politik ini berubah menjadi insiden bersenjata. Front Demokrasi Rakyat (FDR) bentukan PKI semakin meningkatkan kegiatan pengacauan. Di Solo misalnya, terjadi pemberontakan antara FDR/PKI dengan lawan-lawan politiknya dan bahkan dengan TNI.
Puncaknya adalah ketika PKI mengambil alih kekuasaan di Madiun. FDR/PKI lalu memproklamasikan berdirinya Negara Sovyet Indonesia pada 18 September 1948.
Selain di Madiun, PKI juga berhasil menguasai Pati, Jawa Tengah. Di Pati PKI juga membentuk pemerintahan baru. Sementara itu Musso menyerang pemerintah dan mengatakan bahwa Sukarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi kepada Inggris dan Belanda dan memprovokasikan bahwa negara tengah dijual kepada kapitalis.
Pemerintah segera mengambil tindakan untuk menumpas pemberontakan PKI dengan melancarkan Operasi Militer I yang dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris Nasution. Pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil direbut kembali oleh TNI. Dalam operasi itu, Musso berhasil ditembak mati, sementara Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.


D. PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/perjuangan rakyat Semesta)

Kondisi negara antara tahun 1950-1956 yang diharapkan sebagai awal pembangunan di segala bidang ternyata tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Kehidupan politik dan demokrasi tidak efektif, kabinet tidak bertahan lama karena sering jatuh sebelum menjalankan program-programnya. Selain itu orang-orang yang mendapat jabatan ternyata tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
Akhirnya, pada akhir 1956, dengan disponsori para perwira militer daerah, dibentuklah Dewan Banteng (Sumatera Barat), Dewan Gajah (Sumatera Utara), dan dewan Garuda (Sumatera Selatan), semacam pemerintah darurat di daerah masing-masing.
Keadaan yang jauh dari memuaskan itu menjadi pemikiran sekelompok anggota TNI. Pada saat reuni Dewan Banteng di Sumatera Barat, peserta sepakat bahwa untuk melaksanakan pembangunan, potensi daerah harus digali sebanyak-banyaknya. Hasil reuni dilaporkan ke Jakarta oleh delegasi Dewan Banteng yang terdiri dari Dahlan Djambek, A. Halim, Sodi Baharudin, dan Ali Lubis.
Sebagai kelanjutan dari keputusan reuni tersebut, Letkol Ahmad Husain, selaku ketua Dewan Banteng mengambil keputusan untuk mengambil alih pemerintah daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo pada 20 Desember 1956 karena Gubernur yang ditunjuk oleh Presiden Sukarno dipandang kurang berhasil dalam membangun Sumatera Tengah. Selain di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara pun melakukan hal yang sama. 
Pada tanggal 9 Januari 1958 suatu pertemuan diselenggarakan di Sungai Dareh, Sumatera Barat, yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Letnan Kolonel Ventje Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis. Sedangkan dari pihak sipil hadir antara lain M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Dalam pertemuan tersebut membicarakan tentang pembentukan pemerintahan baru dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. 
Hari berikutnya, pada tanggal 10 Januari 1958, Kolonel Achmad Husein berpidato didepan peserta rapat raksasa di Padang. Dalam pidatonya, Kolonel Achmad Husein memberikan ultimatum tegas kepada pemerintah pusat RI.
Puncak pemberontakan terjadi ketika pada tanggal 15 Pebruari 1958 Achmad Husain memaklumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan mengusung Sjarifuddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya. Proklamasi PRRI mendapat tanggapan dari wilayah Indonesia bagian timur. Pada tanggal 17 Pebruari 1958 Letnan Kolonel D.J Somba, Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan bergabung dengan PRRI dan putus hubungan dengan RI. Pemerintah segera bertindak menyelesaikan kasus ini dengan kekuatan senjata.
Maka, lima hari kemudian pesawat-pesawat AURI mengebom Padang, pusat pemberontakan. Lalu pertempuranpun pecah di berbagai daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara.
OPERASI PENUMPASAN PRRI
Untuk menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra segera disiapkan operasi gabungan yang terdiri dari unsur-unsur darat, laut, dan udara.
Pertama-tama, untuk menguasai daerah Riau, dilancarkan Operasi Tegas di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution. Pertimbangannya adalah untuk mengamankan instalasi-instalasi minyak asing di daerah tersebut dan untuk mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya. Kota Pekanbaru berhasil dikuasai pada tanggal 12 Maret 1958.
Untuk mengamankan daerah Sumatra Barat, dilancarkan operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Pada tanggal 17 April, Padang dapat dikuasai oleh pasukan Angkatan Perang dan pada tanggal 4 Mei menyusul kota Bukittinggi.
Sementara itu, di daerah Sumatra Utara dilancarkan operasi Saptamarga di bawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusumo. Untuk daerah Sumatera Selatan, dilancarkan Operasi Sadar dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutomo.
Pimpinan PRRI akhirnya menyerah satu per satu. Pada tanggal 29 Mei 1961 secara resmi Achmad Husein melaporkan diri dengan pasukannya, disusul oleh tokoh PRRI yang lain, baik militer maupun sipil.
Dalam usaha penumpasan pemberontakan ini, patut dicatat mereka yang berada di daerah-daerah pemberontakan, tetapi tetap setia pada pemerintah, kepada Saptamarga, dan Sumpah Prajurit, antara lain Komisaris Polisi Kaharuddin Dt. Rangkajo Basa dan Mayor Nurmathias di Sumatra barat, Letnan Kolonel Djamin Ginting, dan Letnan Kolonel Wahab Makmur di Sumatera Utara, serta Letnan Kolonel Harun Sohar di Sumatera Selatan.

OPERASI PENUMPASAN PERMESTA

Untuk memberantas pemberontakan Permesta di Indonesia bagian timur, dilancarkan sebuah operasi gabungan dengan nama Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat. Operasi ini terdiri dari beberapa bagian, yakni:
1. Operasi Saptamarga I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soemarsono dengan daerah sasaran Sulawesi Utara bagian tengah;
2. Operasi Saptamarga II di bawah pimpina Letnan Kolonel Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi utara bagian selatan;
3. Operasi Saptamarga III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Magenda dengan daerah sasaran kepulauan sebelah utara Manado;
4. Operasi Saptamarga IV di bawah pimpinan langsung Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat dengan daerah sasaran Sulawesi Utara;
5. Operasi Mena I di bawah pimpinan Letnan Kolonel KKO Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera.
Sebelum Operasi pokok itu dilancarkan, di Sulawesi tengah telah bergerak kesatuan-kesatuan yang tergabung dalam operasi Insyaf yang Dikoordinasi oleh Komando Antar daerah Indonesia bagian timur (Koandait). Termasuk terdalam Operasi ini gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan yang setia kepada pemerintah yang dipimpin oleh Kapten Frans Karangan dan kesatuan Polisi di bawah pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi ini berhasil menguasai kota-kota Donggala dan Parigi, sedagkan kesatuan-kesatuan yang dipimpin oleh Nani Wartabone (Pasuka Rimba) berhasil menyiapkan pancangan kaki bagi pendaratan pasukan-pasukan Operasi Spaptamarga II di Gorontalo.
Operasi-operasi militer APRI di Indonesia bagian timur menghadapi perlawanan yang lebih berat dibandingkan dengan Operasi di Sumatera karena situasi daerah yang menguntungkan pemberontak dan persenjataan mereka yang cukup kuat. Namun, akhirnya Pemerintah berhasil menguasai daerah-daerah tersebut. Pada pertegahan tahun 1961 sisa-sisa Permesta menyerahkan diri, memenuhi seruan Pemerintah dan keamanan dapat dipulihkan sepenuhnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkRqHOLLv1wkK1Mtqm-gWM6WlA2XL61oh2R7YzvOw4qRoa8ye5AUoye9RPp8cQ-8PeMyShBIfHFD-F087pp12yQVdSsuah1QWfzNeF5OXiv5vW5zlhXoSHNK0ybt08OXZpA5mQRqvFUhMC/s320/mks.jpg

            Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.
Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung. Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.
            Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September 1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman, walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.
            Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.
            Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.
            Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan. Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI. Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau Ujung Pandang.
            Gerakan ini dipelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur) dibantu oleh Manusama. Soumokil tidak menghendaki berdirinya kembali NKRI. Ia berusaha melepaskan Maluku Utara dari Negara Indonesia Timur. Manusama bertugas menghasut para rajasa (kepala desa) untuk menyetujui berdirinya RMS melalui rapat umum di kota Ambon tanggal 18 April 1950.
Pada tanggal 24 April 1950, Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS. Pemerintah RIS mengirimkan Dr. J. Leimena untuk misi perdamaian tetapi gagal. Kemudian pemerintah RIS memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Ekspedisi ini dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Melalui ekspedisi ini wilayah gerakan RMS dikuasai oleh APRIS. Gerakan RMS berhasil dipadamkan sehingga Maluku Tengah pulih kembali.  
Gerakan ini dipimpin oleh dipimpin oleh Kapten Westerling. Gerakan ini bertujuan mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan memiliki tentara sendiripada Negara-negara bagian RIS. Pada tanggal 23 Januari 1950, pasukan APRA menyerang kota Bandung . pasukan ARPA melakukan pembunuhan terhadap anggota tentara yang ditemuinya, termasuk Letkol Lembong. Markas Divisi Siliwangi berhasil didudukinya.
Situasi yang tidak aman ini, mendorong pemerintah RIS mengirimkan pasukannya ke kota Bandung. Moh. Hatta selaku perdana Menteri melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda agar Westerling meninggalkan kota Bandung. Pasukan APRIS dengan dibantu Rakyat berhasil melumpuhkan APRA.
Setelah diselidiki ternyata gerakan APRA didalangi oleh Sultan Hamid II. Belau merencanakan mennculik Menteri Pertahanan Keamanan, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Pertahanan Mr. Ali Budiardjo, dan pejabat Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang. Kaberhasilan APRIS menumpas APRA maka keamanan di Jawa Barat berhasil dipulihkan.

G. GERAKAN 30 SEPTEMBER/G30S/GESTAPU/GESTOK

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965 dini hari di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut pemerintah Orde Baru sebagai usaha Kudeta Partai Komunis Indonesia.
Karena pemberontakan ini masih kontroversial, terutama seputar siapa dalang dibalik pemberontakan ini, maka penulis hanya akan menjelaskan seputar kronologis dan korban-korban gerakan ini.
Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto. “Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.
Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara  dan pendemisioneran cabinet. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S.

H.  TERORISME DI INDONESIA

Terorisme di Indonesia dilakukan oleh grup teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan Al Qaeda. Sejak tahun 2002, beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002
Jemaah Islamiyah atau Jamaah Islamiah adalah sebuah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam raksasa di wilayah negara-negara Indonesia, Singapura, Malaysia, dan negara lain di Asia Tenggara. Pemerintah Amerika Serikat menganggap organisasi ini sebagai organisasi teroris, sementara di Indonesia organisasi ini telah dinyatakan sebagai "korporasi terlarang"
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:
·      Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday. 
·      Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa. 
·      Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan. 
·      Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak. 
·      Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. 5 orang tewas. 
·      Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera. 
·      Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak. 
·      Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta. 
·      Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa. 
·      Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa. 
·      Bom restoran McDonald’s, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald’s Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka. 
·      Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa. 
·      Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. 
·      Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. 
·      Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC) 
·      Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004) 
·      Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
·      Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005 
·      Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas. 
·      Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa. 
·      Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA’s Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran. 
·      Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
·      Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 7.00 WIB.
·      Bom Buku, Maret 2011. Polri tetapkan 19 tersangka.
·      Bom Cirebon, 15 April 2011. Terjadi di masjid Mapolresta Cirebon saat sholat Jumat.
·      Bom Solo, 25 September 2011. Di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBSI), Kepunten Solo.


























BAB IV
PENUTUP

Banyak sekali kasus pemberontakkan yang telah terjadi di Indonesia, dari setelah kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelumnya, sampai saat ini. Hanya satu hal yang harus kita wapadai terutama modus pemberontakkan model sekarang, yaitu terorisme.
Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi pemberontakan besar, antara lain DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI/PERMESTA(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Pemberontakan Semesta), Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris 2000-2009, dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti GAM(Gerakan Aceh Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan OPM(Organisasi Papua Merdeka).
DAFTAR PUSTAKA

Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta:Penerbit Wedatama Widya Sastra. Jilid I
Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta:Penerbit Wedatama Widya Sastra. Jilid II
Siradz Lettu Inf., 3 Tahun KODAM XVI/HN SUL SEL RA, SEM DAM, Makassar, 1960
Wikipedia.com
http://satyasembiring.wordpress.com
Indonesiabuku.com
http://arispermana.wordpress.com
















CURICULUM VITAE
I. N a m a                               : A.Sulolipu                
   N I S                                                : 101668
   K e l a s                                : XII IPS 2
  Jenis Kelamin                      : Laki-Laki
  Tempat/Tanggal Lahir       : Mattirowalie, 30 Oktober 1995
  A l a m a t                             : Mattirowalie
II. Riwayat Pendidikan                     
     Pendidikan Dasar                            : Sekolah Dasar Negeri 54 Otting Tahun 2001-2007
     Pend. Menengah Pertama   : SMP Negeri 4 Watampone Tahun 2007-2010
     Pend. Menengah Atas         : SMA Negeri 1 Dua Boccoe (Kelas X Semester 1)
                                                      SMA Negeri 1 Tellusiattinge (Kelas XII Tahun 2013)
III. Riwayat Pekerjaan            : ………..................................................
IV. Karya Tulis Ilmiah            : a. Organisasi PKS sebagai Wahana untuk Meningkatkan Semangat Nasionalisme Siswa SMA Negeri 1 Tellusiatinge.
                                                       b. Sejarah Kerajaan Sidenreng
                                                       c. Biografi A.Sulolipu Petta Pabbicara Amparita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar