TUGAS MAKALAH
SEJARAH
“PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN DI INDONESIA”
Oleh:
A.SULOLIPU
101668
XII ILMU SOSIAL 2
SMA NEGERI 1 TELLUSIATINGE
KABUPATEN BONE
TAHUN AJARAN
2012/2013
LEMBAR PENGESAHAN
I. a.
Judul :
Pemberontakan-pemberontakan di Indonesia
b. Bidang : I P S
II. a. Nama :
A.Sulolipu
b. Jenis
Kelamin : Laki-Laki
c. Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Tellusiatinge, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan
d. Alamat Sekolah : Jl. Poros Bone - Wajo
Telp. (0481) 2912557
III.
Jumlah Tim :
Individu
IV. Lokasi
Penelitian : Kec.
Tellusiatinge
Mengetahui : Mattirowalie, Maret 2013
Guru Mata Pelajaran, Penulis,
Hamrun S.Pd A.Sulolipu
NIP.
19750106 200904 1 001 NIS. 101668
Menyetujui :
Kepala SMAN 1 Tellusiattinge
Drs. Syamsu Alam, M.Pd
NIP. 19661015 198903 1 015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil alamin, puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan sebaik mungkin. Dalam makalah
ini kami menulis mengenai pemberontakkan-pemberontakkan yang pernah terjadi di
Indonesia. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh guru
sejarah kami Bapak Hamrun S.Pd.
Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penulisan makalah ini. Penulis berharap agar pembaca dapat
memahami dan mengetahui mengenai apa saja pemberontakkan yang pernah terjadi di
Indonesia, bagaimana peristiwa itu terjadi, kapan dan dimana.
Mohon maaf bila terdapat kesalahan penulisan, ataupun
kesalahan pembahasan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi bacaan
yang bermanfaat untuk para pembaca.
Watampone, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
………………………………………………………………………... 1
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………... 2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………
3
Bab I
Pendahuluan …………………………………………………………………………. 4
Latar Belakang ……………………………………………………………………... 4
Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 5
Tujuan ……………………………………………………………………………… 5
Bab II Landasan Teori
……………………………………………………………………... 6
Pemberontakan
…………………………………………………………………….. 6
Terorisme ………………………………………………………………………….. 6
Bab III Pembahasan
……………………………………………………………………….. 8
DI/TII ……………………………………………………………………………….
8
PKI Madiun ………………………………………………………………………... 12
APRA ………………………………………………………………………………
13
PRRI/PERMESTA ………………………………………………………………… 14
Pemberontakan
Andi Aziz ………………………………………………………… 17
Gerakan Republik Maluku Selatan(RMS) …………………………………………
20
G30S PKI …………………………………………………………………….......... 20
Terorisme ………………………………………………………………………….. 22
Bab IV Penutup …………………………………………………………………………….
26
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………...
27
Curiculum Vitae ……………………………………………………………………………
28
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan
oleh Sukarno dan Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945, Indonesia terbebas dari
belenggu penjajahan baik oleh Portugis, Belanda, Jepang, maupun Inggris yang
telah menjajah bangsa ini selama 400 tahun. Sejak saat itulah kita memiliki
negara yang berdaulat adil dan makmur bernama Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Negara baru tersebut akhirnya dipimpin oleh
sang proklamator, Sukarno sebagai Presiden dan Muhammad Hatta sebagai Wakil
Presiden. Sukarno memimpin Indonesia hingga tahun 1967 dan Muhammad Hatta
mundur sebagai wapres pada 1 Desember 19562
Selama kepemimpinan Sukarno (Orde lama), Sukarno sering membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat saat itu, oleh karena itu banyak terjadi pemberontakan.
Selama kepemimpinan Sukarno (Orde lama), Sukarno sering membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat saat itu, oleh karena itu banyak terjadi pemberontakan.
Periode selanjutnya setelah Sukarno adalah
Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto. Selama masa kepemimpinan Suharto, antara
tahun 1967-1998, pemberontakan jarang terjadi karena Suharto dikenal sebagai
sosok diktator yang kejam dan memiliki banyak mata-mata yang tersebar disegala
pelosok tanah air. Suharto tak segan-segan untuk meng'hapus'-begitu istilah
yang dipakai Suharto yang maksudnya adalah membunuh semua orang yang diduga
terlibat akan memberontak kekuasaan yang sah.
Periode berikutnya adalah orde Reformasi.
Pada periode ini hingga tahun 2010 talah terjadi empat kali pergantian
presiden. Setelah Suharto digulingkan pada 1998, ia digantikan oleh BJ.Habibie
hingga 1999, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo
Bambang Yodhoyono. Pada periode ini pemberontakan yang terjadi hanya seputar
teroris yang sering melakukan pengeboman di beberapa wilayah di tanah air.
Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih
dari sepuluh kali aksi pemberontakan besar, antara lain DI/TII(Daarul
Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI/PERMESTA(Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia/Pemberontakan Semesta), Gerakan Angkatan Perang Ratu
Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris 2000-2009,
dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti GAM(Gerakan Aceh
Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan OPM(Organisasi Papua Merdeka).
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah yang berjudul
Pemberontakkan-pemberontakkan yang Pernah Terjadi di Indonesia, penulis
membahas beberapa masalah, yaitu sebagai berikut,
a.
Apa yang dimaksud pemberontakkan?
b.
Pemberontakkan-pemberontakkan apa
saja yang pernah terjadi di Indonesia?
c.
Mengapa
pemberontakkan-pemberontakkan itu dilakukan?
d.
Bagaimana penyelesaian yang
dilakukan oleh para pemberontak?
C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini
adalah,
a.
Paham mengenai pengertian pemberontakkan
b.
Mengetahui sejarah pemberontakkan
yang pernah terjadi di Indonesia
c.
Mengetahui alasan, sebab / latar
belakang terjadinya pemberontakkan
d.
Mengetahui cara menyelesaikan
pemberontakkan tersebut
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
PEMBERONTAKAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Pemberontakan adalah proses, cara, perbuatan memberontak; penentangan terhadap
kekuasaan yg sah.
Pemberontakan, dalam pengertian umum, adalah
penolakan terhadap otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk,
mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan
terorganisir yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering
pula digunakan untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah
yang berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan.
Orang-orang yang terlibat dalam suatu pemberontakan disebut sebagai
"pemberontak".
Pemberontakan atau makar selalu mengganggu
stabilitas negara. Oleh karena itu telah ditetapkan hukuman yang telah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104-1085
B.
TERORISME
Terorisme adalah serangan-serangan
terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok
masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara
peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban
jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli
kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam
angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan
bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan
teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi,
dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan
pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme
bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state
terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika
Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai
penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat
banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain
liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan
terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
BAB III
PEMBAHASAN
Sesuai definisi pada bab sebelumnya, maka
pemberontakan yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 64 tahun (1945-2009)
dapat dirinci sebagai berikut:
· DI/TII(Daarul
Islam/Tentara Islam Indonesia)
· Pemberontakan
PKI(Partai Komunis Indonesia) Madiun 1948
· Gerakan
APRA(Angkatan Perang Ratu Adil)
· PRRI/PERMESTA
(Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/perjuangan rakyat Semesta)
· Pemberontakan Andi
Aziz (Andi Aziz Affair)
· Gerakan Republik
Maluku Selatan(RMS)
· Gerakan 30
September 1965 PKI
· Terorisme dan
peledakan bom disejumlah daerah
Pemberontakan-pemberontakan diatas terjadi
dalam kurun waktu 1945-2009. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis hanya
mengambil beberapa sampel pemberontakan saja dari setiap orde pemerintahan,
antara lain:
Orde Lama(1945-1965)
- DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
- Pemberontakan PKI(Partai Komunis Indonesia) Madiun 1948
- PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta)
- Gerakan 30 September 1965 PKI
Orde Revormasi(1998-sekarang)
-Terorisme dan peledakan bom disejumlah daerah
A. DI/TII (DAARUL
ISLAM/TENTARA ISLAM INDONESIA)
Salah satu pemberontakan paling besar yang
pernah terjadi di tanah air adalah DI/TII (DAARUL ISLAM/TENTARA ISLAM
INDONESIA). Gerakan ini dipelopori dan dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosuwiryo. Gerakan ini bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Pemberontakan berawal dari Jawa Barat.
Kartosuwiryo dalam maklumatnya yang dibacakan beberapa saat setelah pembacaan
Proklamasi Negara Islam Indonesia, menyatakan dengan tegas menolak konsepsi
Pancasila. Pemberontakan kemudian meluas hingga Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi
Selatan, dan Kalimantan Selatan. Para pemimpinnya, selain Kartosuwiryo (Jawa
Barat), terdapat pula Amir Fattah (Jawa Tengah), Daud beureueh (Aceh), Abdul
Kahhar Muzakkar (Sulawesi Selatan), dan Ibnu Hadjar (Kalimantan Selatan).
1. DI/TII JAWA BARAT
Gerakan DI/TII Jawa Barat bermula ketika
ditandatanganinya persetujuan perjanjian Renville pada 17 Januari 1848. Akibat
dari persetujuan itu, wilayah Indonesia yang diakui Belanda semakin sempit dan
pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah-wilayah yang
dikuasainya hingga terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Selain
wilayah kedaulatan RI berkurang, tentara gerilyawan RI yang berada diluar garis
demarkasi Van Mook harus ditarik mundur.
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo dan
pasukannya yang terdiri atas Hizbullah dan Sabilillah menolak persetujuan
Renville. Ia menolak untuk memundurkan pasukannya ke Jawa Tengah dan sejak saat
itu ia tidak lagi mengakui keberadaan RI. Ia memproklamirkan berdirinya Negara
Islam Indonesia(NII).
Gerakan ini kemudian melakukan kekacauan di
Jawa Barat. Pasukan DI/TII secara paksa menarik sumbangan dari rakyat. Namun
karena rakyat saat itu sedang kesulitan ekonomi, pasukan DI/TII kemudian menjarah
rumah-rumah penduduk. Untuk mengatasi serangan pemerintah RI, DI/TII
menggunakan strategi grilya.
Pemerintah akhirnya melakukan kerja sama
dengan penduduk setempat untuk melawan pemberontakan ini dan menunjuk Ibrahim
Adjie sebagai penanggung jawab strategi, yaitu membantu ABRI dengan cara
mengepung pasukan DI/TII dari segala penjuru.
Pada tanggal 1 April 1962, dilancarkan
operasi Bharatayudha untuk menumpas DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII semakin
terdesak dan satu-persatu komandannya menyerahkan diri. Pada tanggal 4 Juni
1962, Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Ia
sempat mengajukan grasi kepada Presiden, namun ditolak.
2. DI/TII JAWA TENGAH
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah dipimpin
oleh Amir Fattah di seputar wilayah Brebes-Tegal. Ia awalnya adalah orang yang
loyal terhadap RI, namun seperti Kartosuwiryo, ia kemudian berbalik memberontak
dan bergabung dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo pada 23 Agustus 1949.
Pasukan Amir Fattah, yang kemudian diubah namanya menjadi Tentara Islam
Indonesia (TII) dengan julukan Batalyon Syarif Hidayat Widjaja Kusuma.
Selain di wilayah Brebes-Tegal, dibagian selatan Jawa Tengah, Kebumen juga melakukan pemberontakan. Dipimpin oleh Muhammad Mahfudh Abdurrahman atau dikenal dengan nama Kiai Sumolangu, pemberontakan ini juga mengadakan kontak dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo dengan tujuan yang sama pula, mendirikan Negara Islam.
Gerakan ini dilumpuhkan oleh TNI pada tahun 1954 melalui operasi Guntur.
Selain di wilayah Brebes-Tegal, dibagian selatan Jawa Tengah, Kebumen juga melakukan pemberontakan. Dipimpin oleh Muhammad Mahfudh Abdurrahman atau dikenal dengan nama Kiai Sumolangu, pemberontakan ini juga mengadakan kontak dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo dengan tujuan yang sama pula, mendirikan Negara Islam.
Gerakan ini dilumpuhkan oleh TNI pada tahun 1954 melalui operasi Guntur.
3. DI/TII SULAWESI SELATAN
Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan
dipimpin oleh Abdul Kahhar Muzakkar. Latar belakang pemberontakan di Sulawesi
Selatan berbeda dengan pemberontakan di daerah lain seperti di Jawa Barat dan
Jawa Tengah.
Pada mulanya, Abdul Kahhar Muzakkar adalah
seorang komandan tentara RI Persiapan Resimen Hasanuddin di Yogyakarta dengan
pangkat kolonel. Kemudian ia menggagas pembentukan Tentara Republik Indonesia
Persiapan Sulawesi(TRIPS). Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi(TRIPS)
beserta laskar-laskar dibawah pimpinan Komando Gerilya Sulawesi Selatan ini
yang bergerilya di Sulawesi Selatan selama perang kemerdekaan berlangsung.
Setelah perang kemerdekaan selesai, pemerintah mengeluarkan kebijakan
nasionalisasi laskar-laskar. Dalam nasionalisasi ini, setiap laskar harus
melalui seleksi. Namun tak semua laskar dibawah pimpinan Komando Gerilya Sulawesi
Selatan memenuhi syarat. Sedangkan Abdul Kahhar menginginkan semua laskar
Komando Gerilya Sulawesi Selatan masuk dalam daftar anggota APRIS. Pemerintah
tetap tidak mau mengabulkan permintaan Abdul Kahhar.
Pada Agustus 1951, Abdul Kahhar melarikan
diri ke hutan dengan membawa perlengkapan dan persenjataaan yang diperoleh dari
pasukannya. Kemudian ia menerima tawaran Kartosuwiryo untuk memegang pimpinan
TII wilayah Sulawesi Selatan. Pada 7 Agustus 1953, Abdul Kahhar resmi bergabung
dengan DI/TII Jawa Barat.
Pemerintah setelah mengetahui Abdul Kahhar
bergabung dengan DI/TII segera melancarkan operasi militer ke Sulawesi Selatan.
Operasi ini memakan waktu lebih dari empatbelas tahun. DI/TII Sulawesi Selatan
baru benar-benar tumpas pada tahun 1965.
Pada Februari 1965, Abdul Kahhar Muzakkar tertembak mati dalam kontak senjata dengan pasukan RI.
Pada Februari 1965, Abdul Kahhar Muzakkar tertembak mati dalam kontak senjata dengan pasukan RI.
4. DI/TII ACEH
Pemberontakan DI/TII Aceh dipimpin oleh
Daud Beureueh. Ia adalah seorang ulama terkenal Aceh saat itu. Setelah
proklamasi kemerdekaan, terjadi perbedaan pendapat antara kaum alim ulama Aceh
dengan para bangsawan (uleebalaang).
Akhirnya pemerintah pusat turun tangan
untuk menyelesaikan pertentangan tersebut supaya tidak terjadi perang saudara.
Pemerintah kemudian membentuk Aceh sebagai daerah istimewa setingkat provinsi.
Lalu diangkatlah Daud Beureueh sebagai Gubernur Aceh.
Namun dalam rangka menyederhanakan administrasi negara, Sukarno pada tahun 1950 menurunkan status Aceh sebagai wilayah karisidenan dalam Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh kecewa dengan keputusan ini karena selama perang kemerdekaan tidak sedikit bantuan yang diberikan rakyat Aceh untuk negara.
Namun dalam rangka menyederhanakan administrasi negara, Sukarno pada tahun 1950 menurunkan status Aceh sebagai wilayah karisidenan dalam Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh kecewa dengan keputusan ini karena selama perang kemerdekaan tidak sedikit bantuan yang diberikan rakyat Aceh untuk negara.
Maka pada tanggal 21 September 1953, Daud
Beureueh mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh menjadi bagian Negara
Islam Indonesia yang diproklamirkan Kartosuwiryo dan memutuskan hubungan dengan
Jakarta.
Selama pergerakannya, Daud Beureueh
melakukan propaganda-propaganda yang isinya menjelek-jelekkan pemerintah
Jakarta kepada rakyat Aceh. Oleh karena itu, seperti di daerah-daerah lain yang
melakukan pemberontakan, pemerintah pusat melancarkan operasi untuk menumpas
DI/TII Aceh.
Atas inisiatif Pangdam I bukit Barisan,
kolonel Jasin, diadakanlah musyawarah dengan rakyat Aceh untuk menyelesaikan
permasalahan ini. Dalam musyawarah itu, dibicarakanlah permasalahan dan
kesalahpahaman yang terjadi. Akhirnya tercapai kesepakatan dan pemberontakan
dapat diselesaikan secara damai.
5. DI/TII KALIMANTAN SELATAN
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
disebabkan ketidakpuasan rakyat yang tergabung dalam Kesatuan Rakjat Jang
Tertindas (KRJT) Kalimantan Selatan. KRJT yang dipimpin oleh Ibnu Hajjar pada
tahun 1950 sering melakukan penyerangan ke pos-pos TNI di Kalimantan Selatan.
Pada awalnya pemerintah masih memberi kesempatan kepada Ibnu Hajjar untuk menyerahkan
diri secara baik-baik. Akhirnya Ibnu Hajjar menyerah.
Namun setelah merasa kuat dan banyak memiliki pengikut, Ibnu Hajjar kembali membuat kekacauan. Ia bergabung dengan Kartosuwiryo dan DI/TII. Iapun diangkat sebagai Panglima TII wilayah Kalimantan pada tahun1954.
Namun setelah merasa kuat dan banyak memiliki pengikut, Ibnu Hajjar kembali membuat kekacauan. Ia bergabung dengan Kartosuwiryo dan DI/TII. Iapun diangkat sebagai Panglima TII wilayah Kalimantan pada tahun1954.
Akhirnya TNI melakukan operasi penumpasan
pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan. Pada tahun 1959 Ibnu Hajjar berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 22 Maret 1965.
B.
PEMBERONTAKAN PKI
MADIUN 1948
Pada awal Januari 1948 Kabinet Amir
Syarifudin dibubarkan. Presiden Sukarno menunjuk Muhammad Hatta untuk mengatur
susunan kabinet baru. Namun Muhammad Hatta menyusun kabinet tanpa memasukkan
seorangpun menteri dari golongan kiri (sosialis-komunis).
Pada bulan Agustus 1948 Musso, salah
seorang tokoh pendiri PKI kembali dari Moskow. Ia bermukim di Moskow sejak
tahun1926. Kembalinya Musso ke Indonesia membuat kebijakan baru bagi PKI.
Kebijakan ini sering disebut jalan baru Musso. Kebijakan Musso selanjutnya
adalah menentang susunan kabinet Muhammad Hatta yang menurutnya telah menjual
negara kepada imperialis Belanda.
Pertentangan politik ini berubah menjadi
insiden bersenjata. Front Demokrasi Rakyat (FDR) bentukan PKI semakin
meningkatkan kegiatan pengacauan. Di Solo misalnya, terjadi pemberontakan
antara FDR/PKI dengan lawan-lawan politiknya dan bahkan dengan TNI.
Puncaknya adalah ketika PKI mengambil alih
kekuasaan di Madiun. FDR/PKI lalu memproklamasikan berdirinya Negara Sovyet
Indonesia pada 18 September 1948.
Selain di Madiun, PKI juga berhasil menguasai Pati, Jawa Tengah. Di Pati PKI juga membentuk pemerintahan baru. Sementara itu Musso menyerang pemerintah dan mengatakan bahwa Sukarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi kepada Inggris dan Belanda dan memprovokasikan bahwa negara tengah dijual kepada kapitalis.
Selain di Madiun, PKI juga berhasil menguasai Pati, Jawa Tengah. Di Pati PKI juga membentuk pemerintahan baru. Sementara itu Musso menyerang pemerintah dan mengatakan bahwa Sukarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi kepada Inggris dan Belanda dan memprovokasikan bahwa negara tengah dijual kepada kapitalis.
Pemerintah segera mengambil tindakan untuk
menumpas pemberontakan PKI dengan melancarkan Operasi Militer I yang dipimpin
oleh Kolonel Abdul Haris Nasution. Pada tanggal 30 September 1948 Madiun
berhasil direbut kembali oleh TNI. Dalam operasi itu, Musso berhasil ditembak
mati, sementara Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati.
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL
timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling.
Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia
dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik
Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui
sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal
tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23
Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas.
Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II.
Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik
Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri
Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian
Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel
T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan
preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap
pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke
luar negeri.
D. PRRI/PERMESTA (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia/perjuangan rakyat Semesta)
Kondisi negara antara tahun 1950-1956 yang
diharapkan sebagai awal pembangunan di segala bidang ternyata tidak membuahkan
hasil yang memuaskan. Kehidupan politik dan demokrasi tidak efektif, kabinet
tidak bertahan lama karena sering jatuh sebelum menjalankan program-programnya.
Selain itu orang-orang yang mendapat jabatan ternyata tidak sesuai dengan
bidang keahliannya.
Akhirnya, pada akhir 1956, dengan
disponsori para perwira militer daerah, dibentuklah Dewan Banteng (Sumatera
Barat), Dewan Gajah (Sumatera Utara), dan dewan Garuda (Sumatera Selatan),
semacam pemerintah darurat di daerah masing-masing.
Keadaan yang jauh dari memuaskan itu
menjadi pemikiran sekelompok anggota TNI. Pada saat reuni Dewan Banteng di
Sumatera Barat, peserta sepakat bahwa untuk melaksanakan pembangunan, potensi
daerah harus digali sebanyak-banyaknya. Hasil reuni dilaporkan ke Jakarta oleh
delegasi Dewan Banteng yang terdiri dari Dahlan Djambek, A. Halim, Sodi
Baharudin, dan Ali Lubis.
Sebagai kelanjutan dari keputusan reuni
tersebut, Letkol Ahmad Husain, selaku ketua Dewan Banteng mengambil keputusan
untuk mengambil alih pemerintah daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan
Muljohardjo pada 20 Desember 1956 karena Gubernur yang ditunjuk oleh Presiden
Sukarno dipandang kurang berhasil dalam membangun Sumatera Tengah. Selain di
Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara pun melakukan hal yang sama.
Pada tanggal 9 Januari 1958 suatu pertemuan
diselenggarakan di Sungai Dareh, Sumatera Barat, yang dihadiri oleh Letnan
Kolonel Achmad Husein, Letnan Kolonel Ventje Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel
Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis. Sedangkan dari pihak sipil hadir
antara lain M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin
Prawiranegara. Dalam pertemuan tersebut membicarakan tentang pembentukan
pemerintahan baru dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Hari berikutnya, pada tanggal 10 Januari
1958, Kolonel Achmad Husein berpidato didepan peserta rapat raksasa di Padang.
Dalam pidatonya, Kolonel Achmad Husein memberikan ultimatum tegas kepada
pemerintah pusat RI.
Puncak pemberontakan terjadi ketika pada
tanggal 15 Pebruari 1958 Achmad Husain memaklumkan berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan mengusung Sjarifuddin Prawiranegara
sebagai Perdana Menterinya. Proklamasi PRRI mendapat tanggapan dari wilayah
Indonesia bagian timur. Pada tanggal 17 Pebruari 1958 Letnan Kolonel D.J Somba,
Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan bergabung dengan
PRRI dan putus hubungan dengan RI. Pemerintah segera bertindak menyelesaikan
kasus ini dengan kekuatan senjata.
Maka, lima hari kemudian pesawat-pesawat
AURI mengebom Padang, pusat pemberontakan. Lalu pertempuranpun pecah di
berbagai daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Sulawesi
Utara.
OPERASI PENUMPASAN PRRI
Untuk menumpas pemberontakan PRRI di
Sumatra segera disiapkan operasi gabungan yang terdiri dari unsur-unsur darat,
laut, dan udara.
Pertama-tama, untuk menguasai daerah Riau,
dilancarkan Operasi Tegas di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution.
Pertimbangannya adalah untuk mengamankan instalasi-instalasi minyak asing di
daerah tersebut dan untuk mencegah campur tangan asing dengan dalih
menyelamatkan negara dan miliknya. Kota Pekanbaru berhasil dikuasai pada
tanggal 12 Maret 1958.
Untuk mengamankan daerah Sumatra Barat,
dilancarkan operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Pada
tanggal 17 April, Padang dapat dikuasai oleh pasukan Angkatan Perang dan pada
tanggal 4 Mei menyusul kota Bukittinggi.
Sementara itu, di daerah Sumatra Utara dilancarkan operasi Saptamarga di bawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusumo. Untuk daerah Sumatera Selatan, dilancarkan Operasi Sadar dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutomo.
Sementara itu, di daerah Sumatra Utara dilancarkan operasi Saptamarga di bawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusumo. Untuk daerah Sumatera Selatan, dilancarkan Operasi Sadar dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutomo.
Pimpinan PRRI akhirnya menyerah satu per
satu. Pada tanggal 29 Mei 1961 secara resmi Achmad Husein melaporkan diri
dengan pasukannya, disusul oleh tokoh PRRI yang lain, baik militer maupun
sipil.
Dalam usaha penumpasan pemberontakan ini,
patut dicatat mereka yang berada di daerah-daerah pemberontakan, tetapi tetap
setia pada pemerintah, kepada Saptamarga, dan Sumpah Prajurit, antara lain
Komisaris Polisi Kaharuddin Dt. Rangkajo Basa dan Mayor Nurmathias di Sumatra barat,
Letnan Kolonel Djamin Ginting, dan Letnan Kolonel Wahab Makmur di Sumatera
Utara, serta Letnan Kolonel Harun Sohar di Sumatera Selatan.
OPERASI PENUMPASAN PERMESTA
Untuk memberantas pemberontakan Permesta di
Indonesia bagian timur, dilancarkan sebuah operasi gabungan dengan nama Operasi
Merdeka di bawah pimpinan Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat. Operasi ini
terdiri dari beberapa bagian, yakni:
1. Operasi Saptamarga I di bawah pimpinan
Letnan Kolonel Soemarsono dengan daerah sasaran Sulawesi Utara bagian tengah;
2. Operasi Saptamarga II di bawah pimpina
Letnan Kolonel Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi utara bagian selatan;
3. Operasi Saptamarga III di bawah pimpinan
Letnan Kolonel Magenda dengan daerah sasaran kepulauan sebelah utara Manado;
4. Operasi Saptamarga IV di bawah pimpinan
langsung Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat dengan daerah sasaran Sulawesi
Utara;
5. Operasi Mena I di bawah pimpinan Letnan
Kolonel KKO Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara
Halmahera.
Sebelum Operasi pokok itu dilancarkan, di
Sulawesi tengah telah bergerak kesatuan-kesatuan yang tergabung dalam operasi
Insyaf yang Dikoordinasi oleh Komando Antar daerah Indonesia bagian timur
(Koandait). Termasuk terdalam Operasi ini gerakan-gerakan yang dilakukan oleh
kesatuan-kesatuan yang setia kepada pemerintah yang dipimpin oleh Kapten Frans
Karangan dan kesatuan Polisi di bawah pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi
ini berhasil menguasai kota-kota Donggala dan Parigi, sedagkan
kesatuan-kesatuan yang dipimpin oleh Nani Wartabone (Pasuka Rimba) berhasil
menyiapkan pancangan kaki bagi pendaratan pasukan-pasukan Operasi Spaptamarga
II di Gorontalo.
Operasi-operasi militer APRI di Indonesia
bagian timur menghadapi perlawanan yang lebih berat dibandingkan dengan Operasi
di Sumatera karena situasi daerah yang menguntungkan pemberontak dan
persenjataan mereka yang cukup kuat. Namun, akhirnya Pemerintah berhasil
menguasai daerah-daerah tersebut. Pada pertegahan tahun 1961 sisa-sisa Permesta
menyerahkan diri, memenuhi seruan Pemerintah dan keamanan dapat dipulihkan
sepenuhnya.
Andi Azis adalah seorang mantan Letnan KNIL dan sudah masuk TNI dengan pangkat Kapten, dia ikut berontak bahkan memimpinnya. Dia memiliki riwayat yang sama uniknya dengan petualang KNIL lainnya seperti Westerling. Andi Azis memiliki cerita hidupnya sendiri. Cerita hidupnya sebelum berontak jauh berbeda dengan orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya. Tidak heran bila Andi Azis menjalanani pekerjaan yang jauh berbeda seperti orang-orang Sulawesi Selatan pada umumnya, sebagai serdadu KNIL. Bisa dipastikan Andi Azis adalah salah satu dari sedikit orang Bugis yang menjadi serdadu KNIL. Bukan tidak mungkin bila Andi Azis adalah orang Bugis dengan pangkat tertinggi dalam KNIL.
Andi Abdul Azis lahir di Sulawesi, diangkat anak oleh orang tua Eropa-nya yang membawanya lke Belanda dan ikut terlibat dalam PD II. Dirinya lalu kembali sebagai bagian dari tentara Belanda yang ysedang menduduki Indonesia. pasca KMB dia terlibat masalah serius dengan TNI karena kedekatannya dengan tokoh-tokoh federalis macam Saumokil yang memiliki posisi penting dalam Negara Indonesia Timur, Jaksa Agung. Berakhirnya Negara Indonesia Timur mengakibatkan.
Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September 1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pendidikan umumnya di Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi menjadi seorang prajurit. Tetapi niat itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger. Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman, walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.
Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet (1945). Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.
Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.
Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas apakah yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar. Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.
Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan. Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI. Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.
Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota Makasar atau Ujung Pandang.
Gerakan
ini dipelopori oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan Jaksa
Agung Negara Indonesia Timur) dibantu oleh Manusama. Soumokil tidak menghendaki
berdirinya kembali NKRI. Ia berusaha melepaskan Maluku Utara dari Negara
Indonesia Timur. Manusama bertugas menghasut para rajasa (kepala desa) untuk
menyetujui berdirinya RMS melalui rapat umum di kota Ambon tanggal 18 April
1950.
Pada tanggal 24 April 1950, Soumokil memproklamirkan
berdirinya RMS. Pemerintah RIS mengirimkan Dr. J. Leimena untuk misi perdamaian
tetapi gagal. Kemudian pemerintah RIS memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi
militer. Ekspedisi ini dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Melalui ekspedisi
ini wilayah gerakan RMS dikuasai oleh APRIS. Gerakan RMS berhasil dipadamkan
sehingga Maluku Tengah pulih kembali.
Gerakan ini dipimpin oleh dipimpin oleh Kapten Westerling.
Gerakan ini bertujuan mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan
memiliki tentara sendiripada Negara-negara bagian RIS. Pada tanggal 23 Januari
1950, pasukan APRA menyerang kota Bandung . pasukan ARPA melakukan pembunuhan
terhadap anggota tentara yang ditemuinya, termasuk Letkol Lembong. Markas
Divisi Siliwangi berhasil didudukinya.
Situasi yang tidak aman ini, mendorong pemerintah RIS
mengirimkan pasukannya ke kota Bandung. Moh. Hatta selaku perdana Menteri
melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda agar Westerling
meninggalkan kota Bandung. Pasukan APRIS dengan dibantu Rakyat berhasil
melumpuhkan APRA.
Setelah diselidiki ternyata gerakan APRA didalangi oleh
Sultan Hamid II. Belau merencanakan mennculik Menteri Pertahanan Keamanan, Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Pertahanan Mr. Ali Budiardjo, dan pejabat
Kepala Staf Angkatan Perang, Kolonel T.B. Simatupang. Kaberhasilan APRIS
menumpas APRA maka keamanan di Jawa Barat berhasil dipulihkan.
G. GERAKAN 30 SEPTEMBER/G30S/GESTAPU/GESTOK
Gerakan 30 September atau yang sering
disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok
(Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30
September 1965 hingga 1 Oktober 1965 dini hari di mana enam pejabat tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha
pemberontakan yang disebut pemerintah Orde Baru sebagai usaha Kudeta Partai
Komunis Indonesia.
Karena pemberontakan ini masih
kontroversial, terutama seputar siapa dalang dibalik pemberontakan ini, maka
penulis hanya akan menjelaskan seputar kronologis dan korban-korban gerakan
ini.
Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965,
sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru)
namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi
bernama Soeharto. “Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan
dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada.
Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan
kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu
tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil,
maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak
cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam
Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.
Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan
pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya
sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu
identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan.
Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil
membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan
berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang
masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya
untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI
adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI
demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki
pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis
demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu
pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI
harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan
Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral.
Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi
adalah pada tanggal 30 September.
Tanggal 30 September pukul 4 pagi,
diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang
buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana
sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa
dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan
menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang
buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral
tersebut.
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan
Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi
Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk
merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI
dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI
dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan
Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah hari mereka mengumumkan
pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran cabinet. Untuk
menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando
Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil
alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung
Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30,
dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD
berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965
RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan
adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S.
H.
TERORISME DI
INDONESIA
Terorisme di Indonesia dilakukan oleh grup
teror Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan Al Qaeda. Sejak tahun 2002,
beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh
adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai
tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta diikuti dengan empat
serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002
Jemaah Islamiyah atau Jamaah Islamiah
adalah sebuah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya
mendirikan sebuah negara Islam raksasa di wilayah negara-negara Indonesia,
Singapura, Malaysia, dan negara lain di Asia Tenggara. Pemerintah Amerika
Serikat menganggap organisasi ini sebagai organisasi teroris, sementara di
Indonesia organisasi ini telah dinyatakan sebagai "korporasi
terlarang"
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme
yang telah terjadi di Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:
· Bom Kedubes
Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan
rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang
lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday.
· Bom Kedubes
Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia
di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
· Bom Bursa Efek
Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa
Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak
berat, 57 rusak ringan.
· Bom malam Natal, 24
Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di
Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan
37 mobil rusak.
· Bom Gereja Santa
Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. 5 orang tewas.
· Bom Plaza Atrium
Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen,
Jakarta. 6 orang cedera.
· Bom restoran KFC,
Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan
neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di
kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
· Bom sekolah
Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian
International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
· Bom Tahun Baru, 1
Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan,
Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi
Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
· Bom Bali, 12
Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga
negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di
Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina,
tidak ada korban jiwa.
· Bom restoran
McDonald’s, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat
baja meledak di restoran McDonald’s Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
· Bom Kompleks Mabes
Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari,
Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
· Bom Bandara
Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal
2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang
luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
· Bom JW Marriott, 5
Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang
meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.
· Bom Palopo, 10
Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)
· Bom Kedubes
Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar
Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga
mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89,
Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)
· Ledakan bom di
Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
· Dua Bom meledak di
Ambon pada 21 Maret 2005
· Bom Tentena, 28 Mei
2005. 22 orang tewas.
· Bom Pamulang,
Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus
Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang
Barat. Tidak ada korban jiwa.
· Bom Bali, 1 Oktober
2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102
lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA’s Bar dan Restaurant,
Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
· Bom Pasar Palu, 31
Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang
menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
· Bom Jakarta, 17
Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton,
Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 7.00 WIB.
· Bom Buku, Maret
2011. Polri tetapkan 19 tersangka.
· Bom Cirebon, 15 April 2011. Terjadi
di masjid Mapolresta Cirebon saat sholat Jumat.
· Bom Solo, 25
September 2011. Di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBSI), Kepunten Solo.
BAB IV
PENUTUP
Banyak sekali kasus pemberontakkan yang telah terjadi di
Indonesia, dari setelah kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelumnya, sampai saat
ini. Hanya satu hal yang harus kita wapadai terutama modus pemberontakkan model
sekarang, yaitu terorisme.
Sejak Indonesia
merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi pemberontakan besar, antara lain
DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia), PRRI/PERMESTA(Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia/Pemberontakan Semesta), Gerakan Angkatan Perang
Ratu Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris
2000-2009, dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti
GAM(Gerakan Aceh Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan OPM(Organisasi
Papua Merdeka).
DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Jakarta:Penerbit Wedatama Widya Sastra. Jilid I
Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Jakarta:Penerbit Wedatama Widya Sastra. Jilid II
Siradz Lettu Inf., 3
Tahun KODAM XVI/HN SUL SEL RA, SEM DAM,
Makassar, 1960
Wikipedia.com
http://satyasembiring.wordpress.com
Indonesiabuku.com
http://arispermana.wordpress.com
I. N a m a : A.Sulolipu
N I S :
101668
K e l a s :
XII IPS 2
Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Tempat/Tanggal Lahir :
Mattirowalie, 30 Oktober 1995
A l a m a t :
Mattirowalie
II.
Riwayat Pendidikan
Pendidikan Dasar : Sekolah Dasar Negeri 54 Otting Tahun
2001-2007
Pend. Menengah Pertama : SMP
Negeri 4 Watampone Tahun 2007-2010
Pend. Menengah Atas :
SMA Negeri 1 Dua Boccoe (Kelas X Semester 1)
SMA Negeri 1 Tellusiattinge (Kelas XII Tahun 2013)
III.
Riwayat Pekerjaan :
………..................................................
IV. Karya Tulis Ilmiah
: a. Organisasi PKS sebagai Wahana untuk
Meningkatkan Semangat Nasionalisme Siswa SMA Negeri 1 Tellusiatinge.
b. Sejarah Kerajaan Sidenreng
c. Biografi A.Sulolipu Petta Pabbicara Amparita

Tidak ada komentar:
Posting Komentar